Breaking News
Loading...
Wednesday, February 23, 2011

TANTANGAN

2:22 PM
Salah satu dongeng favorit saya datang dari Kakek. Alkisah, sebuah desa di atas bukit dilanda musim kering enam tahun beturut-turut. Suasana desa terasa sedih, putus asa, dan merana. Di tepi desa, tinggal seorang lelaki setengah baya yang punya tiga anak pria dewasa. Namun semuanya pemalas, tak pernah mau mencari pekerjaan. Alasannya, di mana-mana susah, karena musim kering itu. Semua nasihat sang ayah hilang begitu saja. Mereka lebih suka melamun dan tidur.

Di belakang bukit yang mengelilingi desa itu, ada sebuah desa sangat subur.

Di tengahnya mengalir sungai yang tak pernah kering. Andai kata ada yang mampu memindahkan gunung, dan mengubah aliran sungai, desa itu bakal memiliki air cukup, dan tak akan lagi kekeringan. Namun di desa itu tak ada seorang pun yang berani berpikir untuk memindahkan sang gunung. Sesuatu yang tak mungkin.

Uniknya, lelaki setengah baya yang tinggal di tepi desa tadi akhirnya terpanggil untuk menyelesaikan tantangan yang tidak mungkin itu. Suatu hari, setelah fajar, sang lelaki membulatkan tekadnya. Ia mengambil pacul dan mulai berjalan ke gunung. Ia bekerja dari subuh hingga matahari tenggelam, tak kenal lelah.

Mencangkul dan mencangkul.

Setelah seminggu ia bekerja, akhirnya anak-anaknya pun mulai memperhatikan ulah sang ayah. Ketika diceritakan bahwa sang ayah ingin memindahkan gunung, ketiga anaknya terbahak-bahak. Mereka menganggap ayahnya gila, dan mau melakukan hal yang tak mungkin. Sang ayah terdiam saja. Ia terus melanjutkan pekerjaannya dari hari ke hari. Sebulan kemudian, cerita ini menyebar ke seluruh desa. Sang lelaki itu kini malah dijuluki gila oleh semua warga desa.

Ketiga anak lelaki itu lama-lama malu dengan olokan warga desa. Hingga suatu hari mereka memutuskan membantu ayahnya. Sejak itu, keempat lelaki itu selalu berangkat subuh, dan mencangkul gunung hingga matahari tenggelam. Setelah beberapa bulan mereka bekerja, warga desa mulai melihat sebuah lubang besar di gunung. Tak lama kemudian, seluruh desa ikut bergabung. Setahun lebih, gunung itu bolong. Air mengalir lewat terowongan. Desa itu tak pernah lagi garing.

Ketika saya bekerja di Hero Group pada akhir 1980-an, pendiri Hero, M.S. Kurnia

(almarhum), mengingatkan kembali akan cerita ini. Beliau menasihati saya, "Nothing is impossible." Semuanya mungkin. Jangan pernah menganggap remeh sebuah cita-cita atau angan-angan. Rahasianya, bagaimana mengubah cita-cita itu menjadi tantangan nyata. Kalau sudah menjadi tantangan, pasti bisa dikerjakan.

Pasti memberikan hasil.

Kredo itu saya pegang teguh saat ini. Bahwa cita-cita dan angan-angan hanya akan menjadi lamunan kosong kalau tidak kita wujudkan menjadi tantangan.

Tantangan adalah sebuah "road map", peta yang melukiskan hal-hal yang harus kita kerjakan untuk mencapai sebuah prestasi.

Ketika saya masih menjadi management trainee di Hero Group, Bapak M.S. Kurnia menceritakan kepada saya cita-cita dan angan-angannya. Yaitu menjadikan Hero sebagai perusahaan retail terbaik di Indonesia. Bukan berarti toko dengan harga termurah. Melainkan terbaik dalam hal-hal lain, seperti lokasi, pelayanan, seleksi barang, juga inovasi. Merasa tertantang, akhirnya kami mewujudkan konsep belanja yang kami sebut "Nyaman dan Bergaya". Konsep ini sedemikian dahsyatnya, sehingga bisa menjadi lokomotif pengembangan usaha saat itu.

Cita-cita dan angan-angan adalah roh. Tantangan adalah tubuh tempat roh bersemayam. Tanpa tantangan, roh itu hanya akan melayang-layang dan kehilangan wujudnya. Kalau Anda punya visi, cita-cita, dan angan-angan, jangan lupa menerjemahkannya menjadi tantangan yang bisa memotivasi keikutsertaan staf Anda semua.

0 comments:

Post a Comment

 
Toggle Footer