Membaca  judulnya mungkin sebagian besar respon kita adalah  "Lho kok  gitu ?",  "Gak salah tu ?" atau berupa pertanyaan-pertanyaan senada yg  meragukan  judul tulisan ini. Demikian juga saya ketika pertama kali  membaca  kalimat tersebut. Kalimat itu saya baca di antara kalimat lain  yg  terpasang di dinding ruang kerja salah seorang klien yg kebetulan   beliau adalah seorang penghayat kepercayaan. Sayang saya datang ke   ruang kerjanya bukan dalam kontek untuk itu sehingga tidak ada   kesempatan untuk menanyakan apa maksud dari kalimat "Jangan merencanakan   untuk berbuat baik".
Setelah  beberapa kali merenungkan  kalimat di atas saya menemukan apa yang jadi  pokok kalimat di atas,  yaitu 'merencanakan/rencana'. Saat kita membuat  rencana atau  merencanakan sesuatu, hampir pasti kita telah memiliki  tujuan atau goal  yang hendak dicapai dengan rencana yg kita susun.  Bahkan sebuah rencana  tersusun karena ada sesuatu yg melatarbelakangi,  ada visi,ada misi,ada  tujuan dan sasaran. Tapi apa ada yg salah dengan  merencanakan berbuat  baik ? Jelas tidak ada yg salah dengan semua itu.  Lalu kenapa ada ajaran  yg melarang kita merencanakan untuk berbuat baik  ? 
Dengan keyakinan  akan adanya kebenaran atau ada sesuatu yg belum bisa saya pahami dari  kalimat itu maka proses perenungan  dan pemahaman pun terus berlangsung  dalam diri. Jelas sekali kalimat  tersebut secara sematik kebahasaan  adalah suatu kalimat larangan. Namun  ketika kita mampu membuka cakrawala  pikiran dan melihat dari sudut  pandang yang berbeda, ternyata  'Larangan' pada hakikatnya adalah  'Perintah' juga. Larangan mengerjakan  sesuatu adalah Perintah untuk  tidak mengerjakan sesuatu. Tanpa  mengurangi maknanya, maka kalimat  'Jangan Merencanakan untuk Berbuat  Baik'  saya transformasikan menjadi  kalimat perintah, 'Berbuat baiklah,  tanpa direncanakan'. Dengan  mentransformasikan menjadi kalimat perintah  maka kalimat itu bisa lebih  dicerna dan dipahami. Meskipun saya belum  juga menemukan ada apa  dibalik kalimat tersebut. Dan rasa keingintahuan  itu membawa langkah  saya untuk melakukan perintah tersebut.
Dengan keyakinan  akan adanya kebenaran atau ada sesuatu yg belum bisa saya pahami dari  kalimat itu maka proses perenungan  dan pemahaman pun terus berlangsung  dalam diri. Jelas sekali kalimat  tersebut secara sematik kebahasaan  adalah suatu kalimat larangan. Namun  ketika kita mampu membuka cakrawala  pikiran dan melihat dari sudut  pandang yang berbeda, ternyata  'Larangan' pada hakikatnya adalah  'Perintah' juga. Larangan mengerjakan  sesuatu adalah Perintah untuk  tidak mengerjakan sesuatu. Tanpa  mengurangi maknanya, maka kalimat  'Jangan Merencanakan untuk Berbuat  Baik'  saya transformasikan menjadi  kalimat perintah, 'Berbuat baiklah,  tanpa direncanakan'. Dengan  mentransformasikan menjadi kalimat perintah  maka kalimat itu bisa lebih  dicerna dan dipahami. Meskipun saya belum  juga menemukan ada apa  dibalik kalimat tersebut. Dan rasa keingintahuan  itu membawa langkah  saya untuk melakukan perintah tersebut.Praktek   pertama berbuat baik tanpa direncanakan saya lakukan, saat saya keluar   dari parkiran motor di sebelah barat Amplaz(Ambarukma Plaza di  Yogyakarta). Saat itu di belakang saya  ada dua orang (saya tidak  mengenal mereka) yang sama-sama mau keluar  dari parkiran. Saat di pintu  keluar, saya menyerahkan tiket parkir  sambil membayarnya.
"Sekalian  tiga mas, dengan dua motor yang  dibelakang itu." Kata saya kepada  petugas parkir. Dan segera saya  berlalu untuk pulang.Saya tidak  memikirkan lagi, bahkan saya tidak tahu  bagaimana sikap kedua orang yg  dibayari parkirnya oleh orang yg tak  dikenalnya. Kemudian saya  melakukan lagi dan lagi, berbuat baik secara  acak tanpa direncanakan.  Dan ternyata saya menemukan bahwa, berbuat baik  tanpa direncanakan  adalah cara yang efektif untuk bersentuhan dengan  kenikmatan memberi  tanpa mengharapkan balasan apa-apa, bahkan semakin  terasa dalam  nikmatnya ketika hal itu tidak diketahui siapa-siapa.  Bahkan saya tidak  perlu memikirkan apakah hal ini dapat mempengaruhi si  penerima dan  mendorongnya untuk berbuat baik juga kepada orang lain.  Saya juga tidak  memikirkan apakah nanti perbuatan baik ini akan  berkembang secara  berantai ataukah tidak. Saya hanya melakukannya saja.
Berbuat   baik yang direncanakan tidak salah juga sih. Namun biasanya sebuah   rencana itu ada latarbelakang, visi misi dan tujuan. Salahnya jika   latarbelakang, visi misi atau tujuan (salah satu atau beberapa)   tercemari oleh rasa ingin mendapat pengakuan, ingin memperoleh balasan,   atau sekedar dilatar belakangi oleh sebuah kepentingan. Dan itulah yang   sering terjadi pada kita (terutama saya).
Tak  ada resep  atau jurus jitu bagaimana cara mempraktekan berbuat baik  secara acak  tanpa rencana. Kebaikan semacam ini muncul dari lubuk hati  yang paling  dalam. Anda bisa saja spontan membersihkan tempat ibadah  atau lingkungan  tempat tinggal. Menyeberangkan orang lain saat  lalulintas sedang ramai.  Mendaftar menjadi sukarelawan. Mendaftar jadi  calon donor kornea mata  dan lain sebagainya. Atau tiba-tiba saja mampir  ke PMI untuk donor  darah. Anda mungkin ingin melakukan semua itu dan  ingin melakukan  hal-hal lainnya lagi. Lakukan saja, apa saja. Intinya  'memberi' itu  kenikmatan dan tak perlu mahal.
Dengan  melakukan perbuatan  secara acak, tanpa direncanakan, Anda akan  memperoleh sensasi kepuasan  dan kenikmatan luar biasa. Minimal hal  tersebut akan memberikan energi  positif dalam kehidupan Anda, dan akan  selalu mengingatkan kepada kita  akan aspek utama kehidupan yaitu,  "Pelayanan", "Kebaikan" dan "Cinta". 
Saya   berharap Anda segera melupakan semua yang saya tulis di atas. Jangan  di  ingat, jangan dipikirkan. Lakukan saja, dan jangan berharap  mendapatkan  sesuatu. 



0 comments:
Post a Comment